Saturday, September 10, 2016

Menghargai Orang Lain



Dikisahkan seorang pemuda yang pandai melamar posisi manajerial di sebuah perusahaan yang lumayan besar. Pada wawancara terakhir Direktur bertanya, “Apakah Anda mendapatkan beasiswa di sekolah?” 

Pemuda itu menjawab, “Tidak”.

“Lalu siapa yang membayar biaya sekolah Anda?” tanya Direktur tersebut.

Pemuda itu menjawab, “Ayah saya meninggal ketika saya berumur satu tahun, jadi ibu saya yang membiayai sekolah saya”.

Direktur bertanya lagi, “Di mana ibumu bekerja?”. 

“Ibu saya bekerja sebagai buruh cuci”. 

Direktur kemudian meminta pemuda itu untuk menunjukkan telapak tangannya. Pemuda itu menunjukkan sepasang telapak tangan yang halus.

“Apakah Anda pernah membantu ibu mencuci pakaian sebelumnya?” 

Pemuda itu menjawab, “Tidak pernah, ibu saya selalu melarang saya membantu. Dia hanya ingin saya belajar dan bersekolah”.

Direktur mengatakan, “Sebelum saya menerima Anda bekerja di sini, saya punya permintaan. Sekarang pulanglah dan bersihkan tangan ibumu. Besok pagi Anda bisa menemui saya kembali”.

Pemuda itu pulang dengan perasaan girang. Dia merasa kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan impiannya sudah sangat besar. Ketika ia pulang ke rumah, dengan senang hati ia meminta tangan ibunya untuk dibersihkan. Meskipun merasa aneh, tapi melihat raut muka anaknya yang gembira, sang ibu memberikan tangannya.

Dengan pelan pemuda itu membuka telapak tangan ibunya. Ini adalah pertama kalinya dia memperhatikan telapak tangan orang yang selama ini membesarkannya.

Air matanya jatuh saat ia melihat telapak tangan ibunya begitu berkerut, tebal dan kasar. Beberapa luka kecil juga terdapat di sana.

Pemuda itu kini menyadari betapa susahnya pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemilik sepasang tangan ini untuk membesarkan dan membiayainya sekolah. Setelah membersihkan tangan ibunya, pemuda itu diam-diam mencuci semua sisa pakaian yang harus dikerjakan ibunya. 

Malam itu, tidak seperti biasanya, ibu dan anak berbicara untuk waktu yang sangat lama.

Keesokan paginya, sang pemuda kembali lagi ke kantor Direktur. Melihat sisa kesedihan pada raut mukanya, Direktur yang bijak ini sudah bisa menduga apa yang telah terjadi. 

Direktur mengatakan, “Ini adalah apa yang saya cari dari karyawan saya. Saya ingin merekrut orang yang dapat menghargai jerih payah orang lain, orang yang peka terhadap penderitaan orang lain dan tidak menempatkan uang sebagai satu-satunya tujuan hidupnya. Anda diterima!”.



Salam.

Kisah Uang



Perkenalkan namaku "Uang" atau biasa juga dipanggil "Duit", "Doku", atau "Fulus". Wajahku biasa aja sih, fisikku juga lemah, namun aku mampu merombak tatanan dunia.

Aku juga bisa merubah Perilaku, bahkan sifat Manusia karena banyak manusia yang mengidolakan aku. Banyak orang merubah kepribadiannya, mengkhianati teman, menjual tubuh, bahkan meninggalkan keyakinan imannya demi aku!

Aku tidak mengerti perbedaan orang shaleh dan bejat, tapi manusia memakai aku menjadi patokan derajat, menentukan kaya-melarat, atau hina-terhormat.

Aku bukan iblis, tapi sering orang melakukan kekejian demi aku. Aku juga bukan orang ketiga, tapi banyak suami istri pisah lantaran aku. Anak dan orangtua berselisih lantaran diriku.

Meski aku bukan Tuhan, tapi banyak manusia menyembah aku seperti Tuhan, bahkan kerap kali hamba-hamba Tuhan lebih menghormatiku, padahal Tuhan sudah pesan jangan jadi hamba uang.

Seharusnya aku melayani manusia, tapi kenapa malah manusia mau jadi budakku? Aku tidak pernah mengorbankan diriku untuk siapa pun, tapi banyak orang rela mati demi diriku.

Perlu di ingatkan bahwa aku hanya bisa menjadi alat bayar resep obat anda, tapi tidak mampu memperpanjang hidup anda. Kalau suatu hari anda dipanggil Tuhan, aku tidak akan bisa menemani, apalagi menjadi penebus dosa-dosa anda. Anda harus menghadap sendiri kepada sang Pencipta untuk menerima penghakiman-Nya.

Saat itu, Tuhan pasti akan hitung-hitungan dengan anda, APAKAH SELAMA HIDUP ANDA MENGGUNAKAN aku dengan baik, atau sebaliknya MENJADIKAN aku sebagai TUHAN?



Terakhir yang ingin kukatakan bahwa . . .


Aku TIDAK ADA DI SURGA, oleh karena itu jangan cari aku disana.

Jangan dibaca




Jadi begini....

Dikisahkan bahwa ada seorang pendekar mabok, ya orang-orang menyebutnya seperti itu dikarenakan hobinya yang selalu mabok. "Tiada hari tanpa Mabok."

Singkat cerita, Pada suatu waktu ia berkelana menyusuri dunia. Lalu tibalah ia ke sebuah kota yang tersohor akan kebobrokannya/kebangsatannya.

Di kota tersebut terdapat satu daerah yang didiami oleh berbagai jenis preman, mulai yang bergolok hingga yang berdasi kupu-kupu.

Dengan teknik maboknya ia menyusuri daerah itu tanpa kenal rasa takut sedikitpun. 

Akhirnya sampailah ia bertemu dengan ketua preman di daerah itu. Sang pendekar mabok hanya mengucapkan satu kata yang dapat menghancurkannya.

Apakah kata itu?

Inilah kata itu . . . .





Dan ketua preman tersebut membalas perkataan pendekar yang mabok itu.

Katanya . . .